Diposting oleh Qien

Selasa, 24 November 2009

Menabung di Bank, menguntungkan or merugikan ???[1]

Abstrak

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.[2] Dengan mendasarkan pengertian di atas tampak bahwa bank adalah lembaga keuangan yang berfungsi sebagai intermediasi keuangan (financial intermediary institution).[3] Dengan demikian dalam sebuah bank terdapat minimal dua macam kegiatan yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana untuk kemudian menyalurkannya kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dalam perbankan konvensional kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat dilakukan melalui mekanisme giro (demand deposit), tabungan (saving deposit), dan deposito (time deposit). 

Maksudnya bank adalah sebagai tempat menyimpan uang atau berinvestasi bagi masyarakat. Tujuan utama menyimpan uang di bank adalah keamanan atas uang, investasi dengan harapan memperoleh bunga, serta untuk memudahkan melakukan transaksi pembayaran. Lalu bagaimana proses penghimpunan dana dari masyarakat yang dilakukan oleh perbankam syariah. Pada prinsipnya hampir sama dengan perbankan konvensional, artinya dalam sistem perbankan syariah di kenal juga produk-produk seperti giro, tabungan, deposito sebagai sarana menghimpun dana dari masyarakat. Perbedaannya adalah bahwa dalam perbankan syariah tidak mengenal adanya bunga sebagai kontraprestasi (imbalan) terhadap deposan, melainkan melalui mekanisme bagi hasil atau bonus yang bergantung menurut jenis produk apa yang dipilih oleh nasabah.

Dengan demikian produk penghimpunan dana (funding) yang ada dalam perbankan syariah terdiri dari (1) Giro: Giro Wadiah dan Giro Mudharabah; (2) Tabungan: Tabungan Wadiah dan Tabungan Mudharabah; (3) Deposito: Deposito Mudharabah.[4]

 

Pendahuluan

            Menabung adalah tindakan yag dianjurkan oleh Islam, karena dengan menabung berarti seorang muslim mempersiapkan diri untuk pelaksanaan perencanaan masa yang akan datang sekaligus untuk mnghadapi hal-hal yang tidak diinginkan. Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang secara tidak langsung telah memerintahkan kaum muslimin untuk mempersiapkan hari esok secara lebih baik.[5]

1.      Al-Qur’an

|·÷uø9ur šúïÏ%©!$# öqs9 (#qä.ts? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz Zp­ƒÍhèŒ $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøŠn=tæ (#qà)­Guù=sù ©!$# (#qä9qà)uø9ur Zwöqs% #´ƒÏy ÇÒÈ

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (an-Nisaa`: 9)

Šuqtƒr& öNà2ßtnr& br& šcqä3s? ¼çms9 ×p¨Yy_ `ÏiB 9@ŠÏ¯R 5>$oYôãr&ur ̍ôfs? `ÏB $ygÏFóss? ㍻yg÷RF{$# ¼çms9 $ygÏù `ÏB Èe@à2 ÏNºtyJ¨W9$# çmt/$|¹r&ur çŽy9Å3ø9$# ¼ã&s!ur ×p­ƒÍhèŒ âä!$xÿyèàÊ ...

Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, Kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil... (al-Baqarah: 266)

Kedua ayat tersebut memerintahkan kita untuk bersiap-siap dan mengantisipasi masa depan keturunan, baik secara rohani maupun secara ekonomi harus dipikirkan langkah-langkah perencanaannya. Salah satunya adalah dengan menabung.

 

2.      Al-Hadist

Dalam hadist Nabi saw. banyak disebutkan tentang sikap hemat ini. Nabi saw. memuji sikap hemat sebagai suatu sikap yang diwariskan oleh para nabi sebelumnya, seperti yang dikatakan beliau,

“Sikap yang baik, penuh kasih sayang, dan berlaku hemat adalah sebagian dari dua puluh empat bagian kenabian”. (HR Tirmidzi)

     Dalam hadist lain, Nabi saw. berkata bahwa berlaku hemat (ekonomis) adalah hal yang diperlukan untuk menjaga kehidupan.

“Berlaku hemat adalah setengah dari penghidupan”. (HR Baihaqi)

Hadist lain menunjukkan bahwa berlaku hemat merupakan cermin dari tingkat pendidikan seseorang, seperti yang dikatakan oleh Nabi saw.,

“Termasuk dari kefaqihan seseorang adalah berhematnya dalam penghidupan”. (HR Ahmad)

Nabi saw. bahkan mengajarkan sikap hemat ini sebagai kiat untuk mengantisipasi kekurangan yang dialami oleh seseorang pada suatu waktu. Sabda beliau,

“Tidak akan kekurangan bagi orang yang berlaku hemat”. (HR Ahmad)[6]

Pembahasan

            Pada kesempatan ini penulis akan membahas tentang salah produk penghimpunan dana dalam perbankan konvensioanal dan perbankan syariah yaitu, tabungan (saving deposit). Sebelum kita membahas lebih detail tentang tabungan sebaiknya kita mereview tentang pengertian tabungan itu sendiri. Tabungan adalah simpanan masyarakat atau pihak lain yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang telah disepakati tetapi tidak bisa ditarik dengan menggunakan cek, bilyet giro, atau yang dipersamakan dengan itu. Syarat-syarat tertentu misalnya harus ditarik secara tunai, penarikannya hanya dalam kelipatan tertentu, jumlah penarikan tidak boleh melebihi saldo minimal tertentu.[7] Nasabah jika hendak mengambil simpanannya dapat datang langsung ke bank dengan membawa buku tabungan, slip penarikan, atau melalui fasilitas ATM.[8] Produk tabungan tersebut pada prinsipnya mengikuti ketentuan BI yang dalam SK Dir. BI No. 22/63 Kep. Dir. Tanggal 01-12-1989 bahwa syarat-syarat penyelengaraan tabungan adalah sebagai berikut:

1.      Bank hanya dapat menyelenggarakan tabungan dalam bentuk rupiah.

2.      Ketentuan mengenai penyelenggaraan tabungan ditetapkan oleh bank masing-masing.

3.      Penarikan tabungan tidak dapat menggunakan cek, bilyet giro serta surat perintah bayar lainnya yang sejenis.

4.      Penarikannya hanya dapat dilakukan dengan mendatangi bank atau melalui ATM (Automatic Teller Machine).

5.      Bank penyelenggara tabungan diperkenankan untuk menetapkan sendiri cara pelayanan, sistem administrasi, setoran, frekuensi pengambilan, tabungan pasif , tingkat suku bunga, cara penghitungan dan pembayaran bunga, pemberian hadiah, nama tabungan.

6.      Bunga tabungan dikenakan pajak penghasilan (PPh) sebesar 15% final untuk penduduk dan 20% untuk bukan penduduk. (Kep. Menteri Keu. No. 1308/KMK. 04/1989).[9]

Setelah kita mereview pengertian tabungan dapat dipahami bahwa syarat-syarat penyelengaraan tabungan menurut ketentuan BI adalah sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Maka dari itu sebaiknya kita juga harus mengetahui definisi tabungan dari segi hukum Islam (syariah). Berikut adalah definisi tabungan yang penulis dapat dari beberapa pakar dan ahli ekonomi Islam.

Pengertian tabungan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.[10] Dalam hal ini terdapat dua prinsip perjanjian Islam yang sesuai diimplementasikan dalam produk perbankan berupa tabungan, yaitu wadiah dan mudharabah.[11] Pilihan terhadap produk ini tergantung motif dari nasabah. Jika motifnya hanya menyimpan saja maka bisa dipakai produk tabungan wadiah, sedangkan untuk memenuhi nasabah yang bermoif investasi maka tabungan mudharabah yang sesuai. Perbedaan utama dengan tabungan konvensional adalah tidak dikenalnya suku bunga tertentu yang diperjanjikan. Yang ada adalah nisbah bagi hasil pada tabungan mudharabah dan bonus pada tabungan wadiah.[12] Pada pembahasan hari ini hanya akan dibahas tentang tabungan mudharabah,untuk tabungan wadiah akan dijelaskan di lain kesempatan.

Tabungan mudharabah adalah dana yang disimpan nasabah yang akan dikelola bank untuk memperoleh keuntungan dengan sistem bagi hasil sesuai dengan kesepakatan bersama. Dana yang disimpan melalui produk ini bisa diambil sewaktu-waktu oleh nasabah penyimpan. Pada prinsipnya, variabel yang menentukan prinsip bagi hasil dalam produk ini hampir sama dengan deposito investasi mudharabah[13]; namun, karena dana yang disimpan dapat diambil sewaktu-waktu, maka variabel besarnya simpanan diperhitungkan menurut saldo rata-rata. Artinya, tingkat fluktuasi dana tabungan juga ikut menentukan besar kecilnya laba yang diperoleh bank.[14]

            Berdasarkan Fatwa DSN-MUI tabungan yang dibenarkan secara syariah salah satunya adalah tabungan mudharabah, dengan ketentuan sebagai berikut: (no.1 - 6)

1.      Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal dan bank bertindak sebagai mudharib (pengelola dana).

2.      Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya melakukan mudharabah dengan pihak lain.

3.      Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai bukan piutang.

4.      Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.

5.      Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi hak-nya. (The bank as mudharib covers the operational cost of the current account thought its own portion of the profit ratio)[15]

6.      Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.[16]

7.      Tabungan mudharabah dapat diambil setiap saat oleh penabung sesuai dengan perjanjian yang disepakati, namun tidak diperkenankan saldo negatif.[17]

8.      Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan pengganti biaya administrasi untuk sekedar menutupi biaya yang terjadi.[18]

Keuntungan menabung di Bank

Kenapa kita sebaiknya nabung di bank syariah? Bukannya sama saja? Cuma beda label plus tambahan assalamu'alaikum? Kalau di bank konvensional namanya bunga, klo di bank syariah namanya profit, atau kalau di bank konvensional namanya return bunga, kalau di bank syariah namanya bonus. Trus bedanya apa? Lagipula, bank syariah masih sedikit, bank-bank dekat rumah kebanyakan bank konvensional.[19] Nah, biasanya persepsi ini nih yang ada di masyarakat? Ya kan? Mari kita bahas satu per satu.

 

1.    Bukannya sama saja ya?

Sebagai lembaga keuangan yang berfungsi sebagai intermediari, bank konvensional dan bank syariah sama-sama bertugas menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan pembiayaan, baik produktif (seperti membuka bisnis) ataupun konsumtif (kredit rumah atau motor). Trus bedanya apa? Bedanya bank syariah ga boleh menyalurkan dananya ke bisnis-bisnis yang haram dan nggak boleh meminta bunga kepada peminjam.

Contoh:  Misalnya untuk pembiayaan modal kerja. Misalnya Pak Ali pengusaha pakain seragam kantor, pada suatu hari, dia mendapat order membuat seragam dari 5 perusahaan. Untuk memenuhi pesanan itu, pak Ali butuh tambahan modal sebesar Rp. 100.000.000,00. Kemudian dia pergi ke bank untuk permohonan pinjaman.

Jika Pak Ali pergi ke bank konvensional dengan bunga pinjaman 12% per tahun, maka pak Ali harus mengembalikan Rp. 112 juta ke bank, apapun yang terjadi. Meskipun pak Ali mengalami kerugian, pak Ali tetap harus mengembalikan Rp 112 juta.

Nah, kalau pak Ali pergi ke bank syariah, ada yang namanya pembiayaan musyarakah/mudharabah dimana kedua pihak (bank dan nasabah) akan bekerja sama dalam suatu bisnis, dan berbagi keuntungan/kerugian yang dihasilkan. Misalkan untuk memenuhi pesanan tersebut, modal pak Ali Rp. 20 juta, modal dari bank Rp 100 juta. Kemudian mereka menyepakati nisbah bagi hasil 45:55 (pak Ali:Bank). Jika keuntungan pak Ali Rp 20 juta, maka 45% akan jadi milik pak Ali, dan 55% akan diberikan ke Bank. Jadi, pak Ali akan mengembalikan Rp 111 juta (Rp 100 juta+ Rp 11 juta). Jika Pak Ali mengalami kerugian, maka kerugian akan ditanggung bersama oleh pak Ali dan Bank.

Akan tetapi, tentunya Bank akan berhati-hati dalam mengucurkan pembiayaan, karena uang yang mereka kelola bukan milik mereka, melainkan milik nasabah yang menabungkan uangnya, sehingga bank harus mengelola sebaik mungkin agar para deposan tidak merasa dirugikan.

Apabila pada tabungan mudharabah ditetapkan nisbah misalnya, 60:40 (Bank : Penyimpan dana) yang diperhitungkan sesuai dengan peranan dananya dalam pembentukan pendapatan bank. Dengan demikian, variabel yang menentukan besarnya pembagian pendapatan yang akan diperoleh penyimpan dana adalah besarnya porsi pembagian pendapatan masing-masing, lamanya jangka waktu penyimpanan, besarnya dan yang disimpan, dan besarnya pendapatan bank selama periode tertentu.

Jadi, bagian yang diterima nasabah tergantung pada variable-variabel tersebut di atas. Sehingga dalam hal-hal tertentu, pendapatan ini bisa lebih besar dari tingkat bunga konvensional yang berlaku dan dapat pula lebih kecil. Inilah kewajaran dan keadilan yang dituntut dari sebuah bank.[20]

2.    Kalau nabung di bank syariah, masih dapat tambahan, itu bukannya bunga juga?

Dalam perbankan syariah, ada dua tipe tabungan, tabungan sebagai titipan (wadiah) dan tabungan investasi (mudharabah). Konsepnya begini, kalau nasabah menabungkan dananya di bank untuk alasan keamanan, kenyamanan transaksi, artinya nasabah tersebut menitipkan uangnya di bank untuk dapat diambil sewaktu-waktu jika dibutuhkan. Kalo alasannya ini, harusnya akad yang digunakan adalah wadiah. Nah, yang namanya nitip, kita tidak berhak kan untuk minta tambahan dari bank. Kan kita yang nitip. Yang ada harusnya kita bayar ke bank (biaya penitipan/administrasi) untuk jasanya menyimpankan uang kita dan memberikan kemudahan dalam bertransaksi (tarik tunai, pembayaran rekening, transfer, dsb). Benar ga? Nitip helm aja bayar, kok... Nah, kalau pun bank memberikan bonus kepada kita, itu atas kebaikan hati bank. Dengan uang yang kita tabungkan, bank menggunakannya untuk berbisnis dan mendapatkan keuntungan, sehingga bank berterima kasih dengan memberikan bonus. Namun, kalaupun bank merugi, bank tetap menjamin dana tabungan kita, karena akadnya adalah titipan.

Nah, kalau nasabah menabung dengan tujuan berinvestasi, maka nasabah berhak mendapat bagi hasil. Tapi ingat, investasi kan bisa untung, bisa juga rugi. Akad yang digunakan dalam tabungan ini adalah mudharabah. Secara konsep, akad ini adalah profit sharing dalam berbisnis. Pihak pertama berkontribusi dana, pihak kedua berkontribusi keahlian. Jika ada untung, akan dibagi, jika rugi ditanggung oleh pemilik dana[21] (pemilik keahlian sudah rugi waktu dan tenaga). Jika nasabah menabung dengan akad ini, sebaiknya menabungnya dengan nominal yang cukup besar dan durasi yang lebih lama. Dengan akad ini, nasabah berhak atas bagi hasil terhadap keuntungan yang dibukukan bank. Kalo bank untung besar, nasabah juga berhak untuk mendapat bagi hasil yang besar. Adil kan?

3.    Bank syariah masih sulit dijangkau..

Nah, memang jumlah bank syariah yang ada belum tersebar merata di semua daerah. Namun, jangan khawatir. Ada yang namanya SCO (Shariah office chanelling) atau Unit Usaha Syariah (UUS). Dengan office chanelling, kita bisa buka rekening syariah di bank-bank konvensional. Datang aja ke customer servicenya, terus minta dibukakan rekening syariah, bisa tabungan ataupun deposito. Ingat, tegaskan kalau kamu maunya buka rekening syariah. Jangan khawatir, uangnya gak akan bercampur, karena sudah ada sistem yang memisahkan dana-dana syariah dan dana konvensional. Atau kita juga bisa menabungkannya di BMT terdekat. Jangan khawatir insyaAllah uang yang kita tabungkan akan bermanfaat bagi para masyarakat yang membutuhkan modal.

4.    Bonusnya lebih sedikit jika dibandingkan bank konvensional

Itu nggak sepenuhnya tepat, karena sebenarnya memang ada juga bank syariah yang memberikan profit/bagi hasil yang jumlahnya lebih besar dari tabungan konvensional. Lagipula, yang namanya bonus itu lebih bagus kalau seandainya ga kadaluarsa. Kalo seandainya kita pake bonus bank konvensional, kan bonusnya di dunia aja. Tapi klo di bank syariah, durasi bonusnya berlaku lebih panjang, soalnya insya Allah berlaku dunia akhirat. Jadi, mari kita sama-sama mendukung kemajuan perbankan syariah, mudah-mudahan nantinya semua bank syariah mampu memberikan bagi hasil yang tinggi kepada nasabahnya, membantu masyarakat dalam kebutuhan pembiayaan, mengembangkan sektor riil Indonesia dan bermanfaat untuk semua. Amiin.

So, apa lagi yang jadi alasan? Yuk, nabung di bank Syariah...

Kerugian menabung di Bank

Karena uang kertas bukanlah uang tulen yang mempunyai nilai yang mantap seperti emas dan perak. Walaupun kita tidak memungut bunga atau keuntungan dari simpanan kita di bank, simpanan itu tetap mengalami susut nilai karena inflasi. Jadi, banklah yang untung berkat simpanan kita dengan ‘memutar’ uang kita, sedang kita rugi karena uang itu susut-nilainya.

“Bagaimana bank boleh memberi pinjaman kepada seseorang sedang uang simpanan dalam bank itu bukan kepunyaan bank, dan shariat melarang memberi pinjaman dengan apa yang bukan hak kita dan menggandakan hutang dengan uang hutang!”

Comment di atas mungkin bagi orang-orang yang pada belum mengetahui dan memahami manfaat dan maksud dari menabung. Andai kita tahu implikasi tabungan yang sesuai hukum syariah pastinya kita tidak akan berpikiran seperti itu. Dan penulis harap kita adalah golongan orang-orang yang paham dan siap untuk memberikan keterangan serta mendukung perkembangan perbankan syariah di Indonesia umumnya dan pada tabungan khususnya. Amiin.

Kutipan dari Ibu Theresia:
--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, "Theresia Puspitawati"

<[EMAIL PROTECTED]> wrote:

 

Ø  Mas, saya mau minta saran nih.........! Seminggu lalu saya menengar talk show di sebuah radio yang intinya ada kampanye ayo menabung di bank.

Ø  Nah, saya seolah kembali terusik karena sudah lama memendam pertanyaan ini....

Ø  Saya sedang membudayakan menabung untuk putri saya yang masih balita.

Ø  Saya sebenarnya juga ingin mentransfer gaji pengasuh anak saya ke bank, supaya uangnya utuh toh kebutuhan keseharian sudah kami penuhi.

Ø  Tapi saya bingung, lha sekarangini ,menabung di bawah Rp 10 jt di bank itu malah rugi akibat ada biaya administrasi yang lebih besar dari bunga yang didapat!

Ø  Saat ini, saya ajarkan putri saya untuk menabung di kaleng.Sementara, pengasuh anak saya uangnya ditaruh di bawah bantal.

Ø  Saya yakin Mas punya relasi luas dan pikiran cerdas yang berpihak pada rakyat kecil...... Mbok Mas itu usul ke orang-orang bank agar menghargai nasabah yang hanya punya uang sedikit namun punya niat menabung......jadi ada peraturan di mana tabungan yang bunganya belum melebihi biaya adminitrasi tidak perlu kena biaya administrasi! Tidak dapat fasilitas ATM juga nggak papa, karena saya pun merasa 'terpaksa' memiliki ATM akibat sistem yang ada menuntut begitu!

Ø   Kalau orang Jawa bilang 'ora cucuk nabung neng bank jaman saiki'! Lalu sebaiknya piye yo Mas Anton ....opo nabung neng celengan gerabah wujude kodhok wae yo ?

 

Salam,

 

Bu Wati

Menabung di Bank dibawah 5 Juta Rugi « ADITCJ

Kita akan mengira:  ah…jaga aja saldo jangan sampai di bawah 50 rb, padahal kalopun kita punya tabungan 1 jt, kalo kita ga aktif menabung lama-lama habis juga terpangkas administrasi. Mdh2an bank bisa transparan terhadap hal-hal yang perlu dijelaskan seperti ini kepada orang awam. Kasian kalo sodara2 kita yg ga jeli/penabung kecil pengen nabung misal 1 juta, dipikirnya dgn nyimpen duit segitu di bank udh menguntungkan, tp lama2 duitnya kesedot biaya adm..kan kasian.[22]

Hasil Tabungan vs Biaya Administrasi Bank

Biaya adminsitrasi bank yang dibebankan pada tabungan kita mungkin tidak pernah kita perhatikan karena toh hanya sekitar (kuran lebih) Rp10.000,00 sebulan, tidak terlalu material, bukannya kita mendapat bagi hasil/bunga pula setiap bulan untuk membayarnya. Eit, tunggu dulu, Rp10.000,00 per bulan berarti Rp120.000,00 per tahun. Berapa bagi hasil/bunga per tahun yang harus kita dapatkan untuk menutupnya? Coba kita hitung dengan perumpamaan-perumpamaan.

Untuk menyederhanakan perhitungan, saya ambil contoh dari perhitungan bunga, karena jika bagi hasil akan tergantung dari kinerja bank syariah pada bulan tersebut. Jika bunga bank sekarang adalah 2% per tahun maka angka bunga Rp120.000 yang ingin kita dapatkan merupakan hasil 2% per tahun dari tabungan dikurangi pajak 20% atau secara bersihnya 1,6% per tahun. Berarti tabungan yang harus kita miliki adalah (100:1,6) x 120.000 atau sama dengan Rp7.500.000,00. Dengan demikian, jika saldo tabungan kita kurang dari Rp7.500.000,00 berarti kita tidak akan untung dari tabungan kita melainkan buntung. (Angka ini hanya ilustrasi berdasarkan perumpamaan yang sudah kita tetapkan sebelumnya).

Belum lagi dampak inflasi atas harga kebutuhan hidup yang katakanlah naik sebesar 10% per tahun, bisa dikatakan kalau kita menabung di bank yang hanya memberikan bunga sebesar 2% per tahun saja maka kita kalah dengan inflasi, apalagi kalau saldo tabungan kita kurang dari perhitungan di atas, maka uang yang kita tabung tidak akan bisa membuat kita lebih kaya dari yang seharusnya. Yuk, kita perbesar saldo tabungan agar bisa menutup biaya administrasi bank..[23]

Penutup

Dari beberapa komentar di atas penulis mempunyai beberapa kesimpulan, diantaranya yaitu:

v  Menabung adalah suatu hal yang dianjurkan dalam agama dan hampir menjadi wajib walaupun tidak harus di bank. Karena anjuran untuk bersiap-siap mengantisipasi masa depan keturunan, baik secara rohani maupun secara ekonomi harus dipikirkan langkah-langkah perencanaannya. Salah satunya adalah dengan menabung.

v  Sebagai umat Islam terlebih sebagai pejuang/akademisi atau praktisi dalam dunia perbankan syariah seharusnya kita tahu bahwa menabung di bank konvensional terkena bunga/riba, maka kita harus mendukung perkembangan Ekonomi Islam pada umumnya dan dunia perbankan khususnya. Walaupun kita tidak bisa terlepas sama sekali dengan sistem konvensional yang sudah mendarah daging di dunia ini, tetapi kita tetap harus berusaha dan berupaya untuk menegakkan Syariah Islam di muka bumi ini.

v  Sistem konvensional membuat jarak antara jurang kaum miskin dan kaum kaya semakin melebar, dikarenakan system bunga pada bank konvensional yang kaya makin kaya, yang miskin makin tergilas oleh roda perekonomian konvensional.

v  Sebenarnya hampir tidak ada kerugian menabung di bank syariah karena selain uang kita aman kita juga bisa menabung untuk akhirat dan membantu perekonomian umat. Walaupun bank umum syariah belum tersebar luas seperti halnya bank konvensional kita bisa memanfaatkan kantor pos ataupun lembaga keungan syariah yang ada disekitar kita.

v  Seperti telah termaktoob di atas bank syariah hampir  tidak terdapat kerugian, tapi baru-baru ini sebuah lembaga keuangan syariah membebankan biaya administrasi pada tabungan padahal dahulu tidak ada. Apabila seperti ini maka ditakutkan orang yang tidak suka dengan perbankan syariah akan menjadikan alasan ini sebagai alat untuk mejatuhkan nama baik Perbankan Syariah. Semoga pihak bank yag bersangkutan bisa memberi penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

v  Dengan adanya biaya adminstrasi bulanan pada tabungan di beberapa LKS yang ada saat ini, tidak menutup kemungkinan para nasabah yang tabungannya dibawah 5-10 juta menutup rekening dan mengambil semua sisa tabungan yang ada karena takut semakin lama akan semakin berkurang oleh biaya-biaya yang ada padahal jarang melakukan transaksi ataupun memanfaatkan fasilitas yang ada.

Mungkin ini kesimpulan yang penulis bisa sampaikan dalam forum ini. Apabila ada salah maka itu datangnya dari penulis sendiri, dan penulis sebagai hamba memohon maaf bila ada salah dalam tulisan maupun perkataan. Kritik, saran, pesan dan masukan dari para teman-teman sangat penulis harapkan karena itu semua adalah bersifat membangun. Akhirul kalam. Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.


 

Referensi

Anshori, Prof. Dr. Abdul Ghofur. SH., M.H. 2007.  Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Djazuli, Prof. H. A., Drs. Yadi Janwari, M.Ag. 2002. Lembaga-lembaga Perekonomian Umat: Sebuah Pengenlan. Edisi 1 Cetakan Pertama, Jakarta: RajaGrafindo Persada

http://wirdayanti1810.multiply.com/journal

http://www.ask.com/bar?q=biaya+administrasi+bank&page=1&qsrc=121&ab=2&u=http%3A%2F%2Falihozi77.blogspot.com%2F2008%2F12%2Fbolehkah-bank-syariah-memungut-biaya.html   diambil Maret 30, 2008

http://www.kaskus.us/showthread.php?t=1741683

http://www.mui.or.id/files/02-Tabungan_0.pdf 

Karim, Ir. Adiwarman A. SE., M.B.A., M.A.E.P. 2005. Islamic Banking. Jakarta : RajaGrafindo Persada.

Koncoro, Mudrajad., Suhardjono. 2002. Manajemen Perbankan Teori dan Aplikasi. Cetakan Pertama, Yogyakarta : BPFE.

Muhammad, Drs., M.Ag. 2005. Manajemen Bank Syari’ah. Edisi Revisi, Yogyakarta : UPP AMP YKPN.

Muhammad. 2005. Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah. Cetakan Keempat, Yogyakarta : UII Press.

Noor, Zainulbahar. 2006. Bank Muamalat: Sebuah Mimpi, Harapan dan Kenyataan. Jakarta : Bening Publishing.

Sudarsono, Heri. 2007. Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah : Deskripsi dan Ilustrasi. Edisi 2 Cetakan Keempat, Yogyakarta: Ekonisia.

Syafi’I Antonio, Muhammad. 2007. Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik. Cetakan Kesepuluh, Jakarta : Gema Insani-Tazkia Cendekia.

Taswan, S.E., M.Si. 2005. Akuntansi Perbankan : Transaksi Dalam Valuta Rupiah. Edisi Kedua, Yogyakarta : UPP AMP YKPN.

http://fafaahmad.wordpress.com/2008/03/30/hasil-tabungan-vs-biaya-administrasi-bank/#comment-688



[1] Disampaikan oleh Aminullah Achmad, Mahasiswa Institut Studi Islam Darussalam dalam Forum Kajian Ekonomi Islam pada 17 November 2009 di Green Campus.

[2]  Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998.

[3]  Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, SH., M.H., Perbankan Syariah di Indonesia, Cetakan Pertama. (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press 2007), p. 78.

[4]  Ibid

[5] Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik, Cetakan Kesepuluh. (Jakarta : Gema Insani-Tazkia Cendekia 2007), p. 153.

[6]  Ibid, p. 154.

[7]  Taswan, SE., M.Si, Akuntansi Perbankan: Transaksi Dalam Valuta Rupiah, Edisi Kedua. (Yogyakarta : UPP AMP YKPN 2005),  p. 97-98.

[8]  Abdul Ghofur Anshori, op. cit., p. 87.

[9]  Taswan, op. cit.,  p. 97-98.

[10] Pasal 1 ayat (9) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998.

[11] Abdul Ghofur Anshori, op. cit., p. 87.

[12] Ibid, p. 88.

[13]Dalam deposito ini nasabah memiliki hak untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan peranan dananya dalam pembentukan laba bank.

[14] Prof. H. A. Djazuli., Drs. Yadi Janwari, M.Ag., Lembaga-lembaga Perekonomian Umat: Sebuah Pengenlan, (Jakarta : RajaGrafindo Persada 2002),  p. 72.

[15] Ir. Adiwarman A. Karim, SE., M.B.A., M.A.E.P., Islamic Banking, (Jakarta : RajaGrafindo Persada 2005),  p. 297.

[16] FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 02/DSN-MUI/IV/2000 Tentang TABUNGAN

[17] Drs. Muhammad, M.Ag., Manajemen Bank Syari’ah, Edisi Revisi. (Yogyakarta : UPP AMP YKPN 2005), p. 90.

[18]Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah : Deskripsi dan Ilustrasi, Edisi Kedua Cetakan Keempat. (Yogyakarta: Ekonisia 2007), p. 58.

[20] Zainulbahar Noor, Bank Muamalat: Sebuah Mimpi, Harapan dan Kenyataan,(Jakarta : Bening Publishing 2006), p. 316.

[21] Dalam hal ini mudharib tetap mengembalikan pokok pinjaman yang digunakan sebagai modal. Karena uang yang dijadikan modal oleh bank adalah bukan milik bank sepenuhnya, melainkan dari pihak ke-3. Jadi shahibul maal merugi dalam berinvestasi.

[23] http://fafaahmad.wordpress.com/2008/03/30/hasil-tabungan-vs-biaya-administrasi-bank/#comment-688

Continue Reading

0 komentar: